Oleh Nismaryam
Rabu, 17 Februari 2021 adalah malam dimana peserta Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta angkatan 11 memungut kembali kepingan kesadaran dari hiburan semu. Pertemuan via udara yang dihadiri 92 orang tersebut mengangkat tema bahasan “Ghazwul Fikr” oleh Akmal. Kelas ketiga ini cukup sensitif bagai mencocok hidung aktivis dakwah di kancah sosial.
Perang Pemikiran amat sering dikait-kaitkan dengan Teori Konspirasi, hingga 2 hal berbeda ini mispersepsi menjadi satu makna akibat seringnya diulas. Padahal Ghazwul Fikr itu lebih dari Teori Konspirasi. Ya, konspirasi itu ada, jelas mereka berstrategi untuk memadamkan cahaya Islam, masalahnya apa langkahmu menghadapinya ?
Penulis “Islam Liberal : Ideologi Delusional” ini mengingatkan tentang hadits yang harus sering diingat oleh penggerak Islam adalah tentang “Mengubah Kemungkaran” yaitu dengan tangan, lisan dan selemah-lemahnya iman dengan mengingkarinya di hati. Alih-alih menjadikan teori konspirasi ini sebagai premis untuk pengambilan kesimpulan “Zaman Terburuk” yang disematkan pada zaman ini. Hingga tak payah menyusun strategi dan merapatkan barisan membuat Gerakan yang lebih berdampak, karena konspirasi adalah bagian dari “takdir” Allah yang sudahlah biar terjadilah.
Jujur mengakui diri dan bergerak dalam strategi menjadi pesan Kepala SPI Pusat untuk muslim yang turut “butuh” untuk berdakwah. Jujur mengevaluasi langkah dan terus belajar mengembangkan potensi. Membaca modus-modus perang masa kini, yaitu modus media, pendidikan dan hiburan serta menelisik ke dalam kata-kata pop untuk mengupas worldview di baliknya.
“Ilmu adalah jalan menuju Allah, dan untuk memenangkan perang pemikiran ini hanyalah dengan berilmu” tutup Akmal menuntaskan materi ketiga kelas SPI Jakarta.