Pembelajaran ke-19 Sekolah Pemikiran Islam Jakarta angkatan 11 membahas tentang “Musim Semi Kejayaan Islam”. Ruang maya, kelas tempat dilangsungkannya pembelajaran pada Rabu, 2 September 2021 memulai materi pada pukul 7 malam, dengan pemateri Akmal, Kepala Sekolah Pemikiran Islam Pusat.
Penyampaian materi dilengkapi dengan tampilan presentasi serta tanya jawab dengan siswa SPI.
Abad ke 5-15 Masehi adalah zaman pertengahan yang disebut dalam banyak buku sejarah sebagai The Dark Age. Akmal menjelaskan, frasa yang lebih tepat adalah The Dark Age of Europe, dimana kemunduran dialami pada belahan dunia Eropa bukan seluruh dunia, bersebab runtuhnya kerajaan Romawi Barat. Masa dimana terjadi wabah yang membuat hampir 1/3 Eropa meninggal ini membuat peradaban Eropa terasa gelap karena dari runtuhnya kerajaan Romawi menyebabkan vacuum of power di bagian-bagian negara, dan banyak masyarakat yang kabur ke hutan dengan gaya hidup menurun serta wabah the black deatch yang tak bisa diatasi.
Pada masa yang sama, Peradaban Islam sedang berjaya dan menjadi soko guru sains dan teknologi dunia, di Qurthubah dan Baghdad. Peradaban Islam bermula dari daerah Hijaz Arab, tanah gersang dikelilingi negara adidaya yang terasing, tidak diminati untuk dijajah oleh negara sekitarnya karena kondisi tersebut. Namun demikian, masyarakat Hijaz yang kesehariannya berdagang dan mengenal dunia luar, tetap bangga dengan identitas mereka karena adanya Baitullah di tengah-tengah mereka.
Setelah diutus Nabi Muhammad dengan wahyu Al Qur’an yang menjadi sumber ilmu, menjadikan tanah gersang tersebut diisi oleh masyarakat yang cinta ilmu karena didukung oleh perintah agama dan tidak berkonflik dengan sains, berbeda dari agama lainnya dengan permasalahan tersebut. Islam dari Hijaz kemudian menyebar ke wilayah sekitarnya dan berkembang mempengaruhi dunia dengan kontribusi Ilmu seperti sistem irigasi yang diorganisasi dengan baik meski di gurun, Universitas pertama di dunia oleh muslimah, Fatimah Al Fihri, Astronomi terpisah dari takhayul dan sumbangsih lain dalam bidang sains dan kebudayaan.
“Karena akidahlah, akal menjadi rasional” ujar kandidat Doktor Sejarah, Universitas Indonesia ini. Islam memotivasi umatnya untuk berilmu, karena segala hal di muka bumi ini adalah tanda kekuasaan Tuhan, semakin mempelajarinya, semakin mengenal kuasaNya, yang menurut Imam Al Ghazali, manusia bahagia jika mengenal Tuhan.
Berdalil memang bukan dengan akal, dalil merujuk pada Qur’an dan Sunnah, tapi untuk memahaminya pun manusia mencerna dengan akal, pesan pemateri atas misleading yang banyak beredar di masyarakat. Untuk menjadi manusia dengan akal sehat, perlu dipahami cara yang berfikir yang benar, yaitu mendayagunakan upaya manusia dan materi untuk tercapainya pemikiran, atau pendidikan, bukan memusatkan tujuan pada manusia maupun materi.
Parameter kemajuan peradaban Islam adalah Ilmu, seperti kemenangan Shalahuddin Al Ayyubi dan Nuruddin Zanki atas Palestina, karena menegakkan tauhid yang benar dengan mengirimkan ulama untuk mengajarkan masyarakat Syiah dinasti Fatimiyyah pada jalan yang benar.
Kejayaan Islam bersebab ilmu yang Allah turunkan melalui Nabi Muhammad dan wahyu Al Qur’an, dan akan kembali dengan sebab yang sama, salah satunya dengan jalan Islamisasi ilmu pengetahuan. Tiga tahap yaitu tahap penerjemahan, akuisisi dan adopsi dari pengetahuan yang sudah “jadi” dan disaring dengan nilai-nilai Qur’ani untuk diterapkan oleh muslim.
Sejarah adalah siklus, dan musim semi Kemenangan Islam akan terulang, seperti janji Allah dan itu adalah suatu kepastian. Poinnya adalah dimana posisi setiap muslim pada kemenangan tersebut? Adakah kontribusi atau merintangi? tutup peneliti INSISTS dan penulis buku “Islam Liberal 101”.