Copyright © the world of me..
Design by Dzignine
Sabtu, 07 Agustus 2021

KEMBALI KE ASAL : SEBUAH DALIH NATIVISME

Oleh Nismaryam

Nativisme,tantangan dakwah Islam kekinian menjadi tema kedua dalam semester genap Sekolah Pemikiran Islam chapter Jakarta angkatan 11. Seperti biasa, Rabu 14 Juli 2021 pukul 19.00 dimulai pembelajaran di ruang maya. Doktor bidang Sejarah Universitas Indonesia, Tiar Anwar Bachtiar menjadi pengisi materi memandu 82 pencari ilmu pemikiran Islam. 

Dosen Universitas Ibnu Khaldun ini memaparkan bahwa Nativisme berasal dari kata native (Inggris) yang berarti asli, gerakan kembali pada yang asli. Pandangan ini bukanlah suatu yang berbahaya jika dalam ranah muamalah, namun ketika berkaitan ke ranah akidah, hal itu menjadi masalah. Tiar membawakan materi tanpa tampilan presentasi, namun pesan tetap dapat ditangkap melalui studi kasus dan kisah seperti contoh yang dibawakan tentang budaya Sunda dan Jawa “asli”. 

Pegiat nativisme modern menyuarakan agar masyarakan kembali ke budaya “asli” Indonesia, pada zaman pra Islam. Budaya berkembang dan dipengaruhi oleh falsafah yang datang, menuju perbaikan. Islam datang dan mewarnai budaya Indonesia diantaranya budaya Sunda dan Jawa menjadi lebih berakhlak dan berdasar, sehingga sampai saat ini jejak historisnya dapat kita telaah, tutur Peneliti INSISTS ini. 

Kembali ke “asli” dibalut dan dianggap menjadi sesuatu yang lebih baik, padahal merupakan sebuah dalih nativisme, selimut dari kampanye kesyirikan. Gerakan kebatinan, komunitas Rahayu, Kaharingan, Kesundan, Kejawen, Madrais, Badui Wiwitan adalah contoh nyata beberapa nativisme pernah berdenyut di Nusantara, dan di beberapa daerah masih eksis. 

Sebagai seorang muslim perlu disadari tentang mengapa Islam jadi pegangan hidup, karena Islam punya data historis, bisa ditelusuri dengan nalar logika dan punya epistemologinya. Karena jika ajaran tak memiliki epistemologi, seperti dalih nativisme lokal ini, “akan ngaco dan lama kelamaan akan menjauhkan dari agama” pengingat dari Tiar pada peserta. Pintu-pintu nativisme yang masih terbuka, seperti seni, konservasi lingkungan, dan kegiatan sosial lainnya perlu dijamah dan dijadikan medium dakwah, pesan Sejarawan Indonesia untuk jadi pekerjaan rumah dakwah selanjutnya.