Oleh : Nismaryam
Tantangan umat Islam kembali dikupas di pertemuan ketiga Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta semester genap pada malam Rabu, 21 Juli 2021. Tema “Fitnah Kubro” diangkat dan diulas oleh Ahmad Rofiqi kepada 74 peserta di temu daring selama 2,5 jam. Kepada peserta diceritakan kisah, alur, serta poin-poin catatan yang patut untuk ditelisik kembali agar tidak mengikuti arus yang salah, dari referensi yang lemah.
Fitnah kubro adalah fitnah yang besar, dimaksudkan fitnah yang terjadi pada 2 waktu. Bagian pertama terjadi saat kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan RA dan yang kedua saat kepemimpinan khalidah Ali bin Abi Thalib RA. Anggota Forum Da’i Nusantara ini membuka pembelajaran dengan sebuah pengingat, bahwa dalam memandang fitnah kubro, tak cukup dengan aspek kesabaran, tapi juga dengan aspek ilmu dan didukung dengan petunjuk Allah.
Kisah fitnah kubro (I) yang berkembang di pembelajaran Indonesia, merujuk pada Tarikh Ath Tabari. Kitab sejarah ini yang menggunakan data, namun disusupi dengan referensi dari Syiah dan mencitrakan Utsman sebagai sosok yang buruk. Menyikapi hal ini, pemateri berpesan agar dalam membaca, untuk mengetahui kebenaran sejarah sebenarnya maka cek pula karakteristik orang yang difitnah tersebut, Utsman sahabat Nabi dengan segala kelembutannya.
Kisah fitnah kubro (II) memuat kisah lahirnya syi’ah, kelompok khawarij dan murji’ah. Kelompok syi'ah punya pandangan yang menyimpang, kelompok yang ekstrem, mengkultuskan keluarga Nabi, namun sahabat Nabi sampai dikafirkan. Kelompok khawarij, mengkafirkan para sahabat dan orang yang mereka anggap kufur. Kelompok murji'ah, melihat segala sesuatu dengan menyepelekan serta menitikberatkan pada Allah Maha Pengasih, bagi mereka, iman, itu tidak naik dan tidak turun
Fitnah Kubro, Fitnahnya tidak jelas namun persoalannya jelas, terbunuhnya Utsman RA dan Husein RA.
Menyikapi peristiwa fitnah kubro ini, perbanyak referensi dengan sumber yang jelas dan kuat. Sahabat yang melakukan ijtihad saat peristiwa tersebut adalah hal yang baik, karena ijtihad yang didasar nash, jika salah tidak berdosa. Memandang hal ini, pengajar Muhammadiyah Islamic College ini mengarahkan, umat dapat mengambil pelajaran untuk melihat hal yang terjadi masa kini, sahabat Rasul bukan bebas dari kesalahan, dari mereka berusaha mengambil jalan tengah dan memperbaiki kekeliruan.