Copyright © the world of me..
Design by Dzignine
Minggu, 15 Agustus 2021

PLURALISME, PIJAKAN FLUID AKAR KERAGUAN

Oleh : Nismaryam 
 Perkuliahan telah sampai pada tengah semester genap Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta angkatan 11. Jadwal kelas di Rabu malam, 4 Agustus 2021 berlangsung antusias dengan materi dan diskusi membahas tema Pluralisme oleh Akmal. Kepala Sekolah SPI Pusat ini menjelaskan definisi, tren pluralisme, efek dan simpulan dalam perkualiahan ke-15 ini melalui presentasi di ruang maya.

Pemaparan materi Pluralisme dimulai dengan mengenal definisi pluralisme itu sendiri. Menurut kamus, pengertian pluralisme yaitu “Suatu sistem yang mengakui koeksistensi beragam kelompok dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat kateristik di antara kelompok-kelompok tersebut”. Dalam konteks keindonesiaan, yang dibahas pluralisme kemudian adalah pluralisme agama.

Beberapa saduran dan ungkapan dari pegiat pluralisme agama, yakni tokoh-tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) menyatakan definisi pluralisme agama dalam pengertian yang beragam, hingga Suratno salah satu tokoh JIL pun menyatakan bahwa “realitasnya, definisi pluralisme agama sendiri sebenarnya tidak bersifat tunggal (monolitik) karena banyak para ahli yang memberikan definisi yang berbeda-beda terhadap pluralisme agama”. 

Sedang otoritas kebijakan terhadap muslim Indonesia, Majelis Ulama Indonesia memberi definisi pluralisme agama dengan “Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah”. Dari definisi ini, didudukkan bahwa paham pluralisme agama terlarang untuk dimiliki muslim Indonesia, karena memandang semua agama adalah sama. 

Ragam dan fluid-nya pengertian pluralisme dari tokoh-tokoh yang menyuarakannya, membuat Anis Malik Thoha membuat studi pluralisme melalui tren yang berkembang. Tren pluralisme, yang dipaparkan kembali oleh Akmal yaitu Humanisme Sekuler, Teologi Global, Sinkretisme, Hikmah Abadi dan satu tambahan dari pemapar yaitu Teosofi – Freemansory. Tren pluralisme yang memandang semua agama sama memunculkan efek kelanjutan, yaitu terminasi. pluralisme formalistik dan ancaman HAM. Terminasi atau terpecah membuat seseorang menjadi ragu dengan agamanya sendiri. Pluralisme formalistik akan memunculkan keseragaman, kontradiktif dengan ide awal beragam atau di sisi lain akan munculnya agama-agama baru. 

Pluralisme yang menjadi simbol tenggang rasa beragama oleh JIL malah akan memungkinkan muncul “Ancaman HAM” untuk yang tidak sepaham dengan pluralisme agama, tenggang rasa yang dipaksa. Kandidat doktor sejarah Universitas Indonesia ini juga menegaskan bahwa “negasi tidak bisa menjadi definisi” seperti kilah tokoh JIL ketika dikonfirmasi definisi terma pluralisme agama pada mereka. Pluralisme agama tidak pula dapat dipandang secara simplistik lagi, namun sedikit mendalam karena masalahnya bukan taraf selera, tapi siapa tuhan kita.
Kamis, 12 Agustus 2021

Syi’ah dan Perbedaannya

Oleh : Nismaryam 

Uraian Ahmad Rofiqi, Lc. MPdI kembali diperdengarkan dalam SPI Jakarta Angkatan 11 pada Rabu malam, 28 Juli 2021 dalam temu daring. Dalam kesempatan ini, pengajar Muhammadiyah Islamic College, Singapura memberi tuturan tentang Sy'iah, tokoh dan sejarahnya. Penyimak dalam temu daring berjumlah 79 orang, dengan 2 sesi acara yaitu pemaparan dan tanya jawab. 

Syi'ah pada awalnya tidak mempunyai asosiasi apapun, selain arti katanya yaitu kelompok. Namun, setelah adanya kultus berlebihan terhadap Ali RA dan peristiwa karbala maka kata tersebut menjadi nama orang-orang mengaku Islam dengan mengkultuskan ahlul bait tertentu dan merendahkan sahabat. Lantaran sikap mereka yang merendahkan sahabat, maka sumber hukum Islam yaitu Al Qur'an dan Sunnah (Hadits) menjadi berbeda untuk Syi'ah. Dalam hadits banyak perawi dari sahabat dan istri nabi seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Aisyah binti Abu Bakar yang tidak digunakan Syi'ah padahal kandungan haditsnya menjadi pokok akidah Islam dan Ibadah. Atas alasan itulah, ketika masa tabi'in berlangsung, muncul sebutan Ahlussunnah wal Jama'ah atau Sunni, orang-orang yang mengikuti Sunnah Nabi Muhammad SAW untuk membedakan dengan Syi'ah karena berbeda secara rujukan hukum Islam.

Perbedaan mendasar lain antara Syi'ah dan Sunni adalah adanya imamah di Syi'ah. Imamah adalah kepemimpinan, sedangkan di Sunni menggunakan Khalifah. Imamah di Syi'ah ada 12 orang, pemimpin tersebut adalah ahlul bait dan keturunannya, namun beberapa riwayat menyatakan bahwa tokoh yang dirujuk berlepas diri dari kelompok Syi'ah ini. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat telah menetapkan fatwa bahwa Syi’ah termasuk aliran sesat dalam Islam, dan menerbitkan buku dan disebarkan secara gratis ke masyarakat untuk memahamkan tentang bahaya ini, MUI Jawa Timur juga menerbitkan buku serupa dan diamini oleh MUI Pusat atas kebenaran isinya.
Minggu, 08 Agustus 2021

Fitnah Kubro : Bijak Memahami dengan Ragam Referensi

Oleh : Nismaryam 

Tantangan umat Islam kembali dikupas di pertemuan ketiga Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta semester genap pada malam Rabu, 21 Juli 2021. Tema “Fitnah Kubro” diangkat dan diulas oleh Ahmad Rofiqi kepada 74 peserta di temu daring selama 2,5 jam. Kepada peserta diceritakan kisah, alur, serta poin-poin catatan yang patut untuk ditelisik kembali agar tidak mengikuti arus yang salah, dari referensi yang lemah. 

 Fitnah kubro adalah fitnah yang besar, dimaksudkan fitnah yang terjadi pada 2 waktu. Bagian pertama terjadi saat kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan RA dan yang kedua saat kepemimpinan khalidah Ali bin Abi Thalib RA. Anggota Forum Da’i Nusantara ini membuka pembelajaran dengan sebuah pengingat, bahwa dalam memandang fitnah kubro, tak cukup dengan aspek kesabaran, tapi juga dengan aspek ilmu dan didukung dengan petunjuk Allah. 

Kisah fitnah kubro (I) yang berkembang di pembelajaran Indonesia, merujuk pada Tarikh Ath Tabari. Kitab sejarah ini yang menggunakan data, namun disusupi dengan referensi dari Syiah dan mencitrakan Utsman sebagai sosok yang buruk. Menyikapi hal ini, pemateri berpesan agar dalam membaca, untuk mengetahui kebenaran sejarah sebenarnya maka cek pula karakteristik orang yang difitnah tersebut, Utsman sahabat Nabi dengan segala kelembutannya. 

 Kisah fitnah kubro (II) memuat kisah lahirnya syi’ah, kelompok khawarij dan murji’ah. Kelompok syi'ah punya pandangan yang menyimpang, kelompok yang ekstrem, mengkultuskan keluarga Nabi, namun sahabat Nabi sampai dikafirkan. Kelompok khawarij, mengkafirkan para sahabat dan orang yang mereka anggap kufur. Kelompok murji'ah, melihat segala sesuatu dengan menyepelekan serta menitikberatkan pada Allah Maha Pengasih, bagi mereka, iman, itu tidak naik dan tidak turun Fitnah Kubro, Fitnahnya tidak jelas namun persoalannya jelas, terbunuhnya Utsman RA dan Husein RA.

Menyikapi peristiwa fitnah kubro ini, perbanyak referensi dengan sumber yang jelas dan kuat. Sahabat yang melakukan ijtihad saat peristiwa tersebut adalah hal yang baik, karena ijtihad yang didasar nash, jika salah tidak berdosa. Memandang hal ini, pengajar Muhammadiyah Islamic College ini mengarahkan, umat dapat mengambil pelajaran untuk melihat hal yang terjadi masa kini, sahabat Rasul bukan bebas dari kesalahan, dari mereka berusaha mengambil jalan tengah dan memperbaiki kekeliruan.
Sabtu, 07 Agustus 2021

KEMBALI KE ASAL : SEBUAH DALIH NATIVISME

Oleh Nismaryam

Nativisme,tantangan dakwah Islam kekinian menjadi tema kedua dalam semester genap Sekolah Pemikiran Islam chapter Jakarta angkatan 11. Seperti biasa, Rabu 14 Juli 2021 pukul 19.00 dimulai pembelajaran di ruang maya. Doktor bidang Sejarah Universitas Indonesia, Tiar Anwar Bachtiar menjadi pengisi materi memandu 82 pencari ilmu pemikiran Islam. 

Dosen Universitas Ibnu Khaldun ini memaparkan bahwa Nativisme berasal dari kata native (Inggris) yang berarti asli, gerakan kembali pada yang asli. Pandangan ini bukanlah suatu yang berbahaya jika dalam ranah muamalah, namun ketika berkaitan ke ranah akidah, hal itu menjadi masalah. Tiar membawakan materi tanpa tampilan presentasi, namun pesan tetap dapat ditangkap melalui studi kasus dan kisah seperti contoh yang dibawakan tentang budaya Sunda dan Jawa “asli”. 

Pegiat nativisme modern menyuarakan agar masyarakan kembali ke budaya “asli” Indonesia, pada zaman pra Islam. Budaya berkembang dan dipengaruhi oleh falsafah yang datang, menuju perbaikan. Islam datang dan mewarnai budaya Indonesia diantaranya budaya Sunda dan Jawa menjadi lebih berakhlak dan berdasar, sehingga sampai saat ini jejak historisnya dapat kita telaah, tutur Peneliti INSISTS ini. 

Kembali ke “asli” dibalut dan dianggap menjadi sesuatu yang lebih baik, padahal merupakan sebuah dalih nativisme, selimut dari kampanye kesyirikan. Gerakan kebatinan, komunitas Rahayu, Kaharingan, Kesundan, Kejawen, Madrais, Badui Wiwitan adalah contoh nyata beberapa nativisme pernah berdenyut di Nusantara, dan di beberapa daerah masih eksis. 

Sebagai seorang muslim perlu disadari tentang mengapa Islam jadi pegangan hidup, karena Islam punya data historis, bisa ditelusuri dengan nalar logika dan punya epistemologinya. Karena jika ajaran tak memiliki epistemologi, seperti dalih nativisme lokal ini, “akan ngaco dan lama kelamaan akan menjauhkan dari agama” pengingat dari Tiar pada peserta. Pintu-pintu nativisme yang masih terbuka, seperti seni, konservasi lingkungan, dan kegiatan sosial lainnya perlu dijamah dan dijadikan medium dakwah, pesan Sejarawan Indonesia untuk jadi pekerjaan rumah dakwah selanjutnya.
Kamis, 05 Agustus 2021

Sekularisme, Kerancuan Fikir akibat Mutasi Akar Agama

Ruang maya malam Rabu, 7 Juli 2021 dipenuhi peserta Sekolah Pemikiran Islam Jakarta angkatan 11 untuk memulai semester genap. Pemanasan semester lanjut membahas fenomena yang jadi hegemoni umat kini, tentang Sekularisme yang dimotori oleh Kepala SPI Pusat, Akmal. 

Bahasan dibuka dengan materi kemudian diikuti tanya jawab serta pengumuman terkait penugasan. Penulis bergabung menyusul ke ruang materi, ketika tiba pada pembahasan "Mengapa Barat Memilih Sekuler?" dan tabiat sekularisme. Paparan dari pemilik laman maya malakmalakmal.com ini, menjelaskan bahwa pemikiran sekular kini bukan hanya menjangkit pada dunia Barat, namun juga di Timur, Indonesia telah terpapar. 

Pada mulanya, sekuler muncul atas problem sejarah kristen. Gereja dan pendeta adalah orang suci terpilih yang dapat mengampuni dan adanya tentara Inquissi dengan kekejamannya yang membuat masyarakat trauma, terbelah dan sulit menerima alpa dan kelirunya pendeta. Poin problem teks Bible juga berperan pada penyekatan antara agama dan sains di kehidupan umat Kristen sendiri. 

Untuk umat Islam dapat membaca buku "The Choice" dari Ahmad Deedat agar memahami lebih jelas. "Sekuler tidak mesti jadi Atheis, tapi membuat seseorang akan memikirkan Tuhan hanya di gereja, dan tidak lagi memikirkannya di luar gereja." Petikan tutur pemateri menjadi jembatan ke materi "Tiga Tabiat Sekularisme" Adanya manusia sadar mukjizat Alam tapi menolaknya jika dikaitkan sebagai ciptaan Tuhan, Politik jangan dicampurkan dengan agama, kebenaran dan nilai moral hari ini belum tentu jadi hal yang benar di hari esok adalah gambaran tabiat kerancuan fikir sekularisme. 

Kemunculan sekularisme yang bersumber dari kecacatan agama kristen harusnya tak dapat berjangkit pada umat Islam, selama umatnya mengenali dan mempraktekkan agamanya sendiri. Poin dari Akmal, yang disarikan dari tanya jawab peserta pukul 21.09.