Oleh : Nismaryam
Perkuliahan telah sampai pada tengah semester genap Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta angkatan 11. Jadwal kelas di Rabu malam, 4 Agustus 2021 berlangsung antusias dengan materi dan diskusi membahas tema Pluralisme oleh Akmal. Kepala Sekolah SPI Pusat ini menjelaskan definisi, tren pluralisme, efek dan simpulan dalam perkualiahan ke-15 ini melalui presentasi di ruang maya.
Pemaparan materi Pluralisme dimulai dengan mengenal definisi pluralisme itu sendiri. Menurut kamus, pengertian pluralisme yaitu “Suatu sistem yang mengakui koeksistensi beragam kelompok dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat kateristik di antara kelompok-kelompok tersebut”. Dalam konteks keindonesiaan, yang dibahas pluralisme kemudian adalah pluralisme agama.
Beberapa saduran dan ungkapan dari pegiat pluralisme agama, yakni tokoh-tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) menyatakan definisi pluralisme agama dalam pengertian yang beragam, hingga Suratno salah satu tokoh JIL pun menyatakan bahwa “realitasnya, definisi pluralisme agama sendiri sebenarnya tidak bersifat tunggal (monolitik) karena banyak para ahli yang memberikan definisi yang berbeda-beda terhadap pluralisme agama”.
Sedang otoritas kebijakan terhadap muslim Indonesia, Majelis Ulama Indonesia memberi definisi pluralisme agama dengan “Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah”. Dari definisi ini, didudukkan bahwa paham pluralisme agama terlarang untuk dimiliki muslim Indonesia, karena memandang semua agama adalah sama.
Ragam dan fluid-nya pengertian pluralisme dari tokoh-tokoh yang menyuarakannya, membuat Anis Malik Thoha membuat studi pluralisme melalui tren yang berkembang. Tren pluralisme, yang dipaparkan kembali oleh Akmal yaitu Humanisme Sekuler, Teologi Global, Sinkretisme, Hikmah Abadi dan satu tambahan dari pemapar yaitu Teosofi – Freemansory. Tren pluralisme yang memandang semua agama sama memunculkan efek kelanjutan, yaitu terminasi. pluralisme formalistik dan ancaman HAM. Terminasi atau terpecah membuat seseorang menjadi ragu dengan agamanya sendiri. Pluralisme formalistik akan memunculkan keseragaman, kontradiktif dengan ide awal beragam atau di sisi lain akan munculnya agama-agama baru.
Pluralisme yang menjadi simbol tenggang rasa beragama oleh JIL malah akan memungkinkan muncul “Ancaman HAM” untuk yang tidak sepaham dengan pluralisme agama, tenggang rasa yang dipaksa.
Kandidat doktor sejarah Universitas Indonesia ini juga menegaskan bahwa “negasi tidak bisa menjadi definisi” seperti kilah tokoh JIL ketika dikonfirmasi definisi terma pluralisme agama pada mereka. Pluralisme agama tidak pula dapat dipandang secara simplistik lagi, namun sedikit mendalam karena masalahnya bukan taraf selera, tapi siapa tuhan kita.